Bersahabat Dengan Bukan Mukhrim, Harus Izin Suami? | Saturday, December 18, 2004
Assalamu'alaikum Wr Wb,
Seorang wanita tentunya boleh punya sahabat. Terutama sahabat yang baik. Namun jika sahabatnya itu laki-laki dan bukan mahramnya, masalahnya lain lagi. Persahabatan membutuhkan perjumpaan, minimal perjumpaan hati dan maksimal perjumpaan fisik. Bukan sahabat namanya jika tak berjumpa.
Dilain pihak, seorang istri yang masih ada suaminya mempunyai batasan dalam pergaulan, karena adanya hal-hal berikut 1. Ikatan pernikahan dipagari sedemikian rupa sehingga sakinah mawaddah dan rahmah dapat terbangun dalam rumah tangga. Jika salah satu dari pasangan ini membangun sakinah (betah), mawaddah (cinta birahi) dan rahmah (kasih sayang) dengan orang lain, maka itu namanya orang ketiga. Sudah barang tentu ini akan mengganggu hubungan suami istri. Bukankah demikian juga dengan rumahtangga yang poligami? Istri-istri berebut cinta suami dan cemburu satu sama lain. Dalam keluarga yang poligami, syarat utama adalah si suami mampu berlaku adil dalam perbuatannya. Dan karena dia yang memimpin, maka ia bisa mengatur urusan dalam rumahtangganya dan istri-itrinya harus taat. Lain halnya dengan wanita, sebab dalam hidupnya ia hanya bisa punya satu pemimpin, maka tak mungkin ia mempunyai suami lebih dari satu. Bayangkan jika pada sebuah negeri ada 2 kepala negara yang memerintah?
2. Sudah dibuktikan berkali-kali bahwa sahabat mempunyai pengaruh sangat kuat pada diri seseorang. Bahkan Al Qur’an dan hadis juga mengindikasikan demikian. Misalnya hadis yang berbunyi: al mar’u ala diini khaliili, seseorang itu mengikuti pandangan hidup sahabatnya. Dan dalam Al Qur’an kita diperingatkan untuk memperhatikan siapa sahabat kita. Karena keadaan ini, dan karena hal yang pertama tadi, maka selayaknyalah jika sahabat seorang wanita yang terbaik adalah suaminya yang shaleh. Jika ada sahabat sesama wanita-pun masih bisa menimbulkan konflik kepentingan, namun tak terwarnai dengan kecemburuan. Oleh karena itu jika sahabat si wanita adalah seorang pria bukan mahramnya..... bukan hanya wajar suaminya cemburu, tetapi bahkan wajib suaminya cemburu.
3. Seorang suami yang tidak pencemburu terhadap istrinya adalah seorang suami yang “sakit mental”. Sebab dialah (suami) yang harus bertanggung jawab terhadap istrinya kelak di akhirat, tetapi ia membiarkan istrinya “dimiliki” oleh laki-laki lain. Ini berlaku dalam hal berpakaian misalnya. Seorang suami yang tidak cemburu melihat aurat istrinya (rambut, lengan, betis dsb) dipandangi pria lain bagaikan hewan yang tak cemburuan. Bahkan hewan jenis tertentu memiliki sikap cemburu yang diperlihatkan dengan pertarungan para pejantan di musim kawin. Demikian juga suami yang tak cemburu jika iastrinya lebih asyik berdiskusi tentang semua hal dengan pria lain dan istrinya tak suka berdiskusi dengan suaminya sendiri. Berarti sang istri mempunyai kekaguman pribadi terhadap pria lain dan ingin dekat terus dengan pria tsb. Kekaguman boleh saja, namun jika sudah sampai kekaguman pribadi, itu bahaya.
Contoh, kaum ibu sekarang ini sangat kagum pada Aa Gym, ulama yang digemari saat ini. Wajar, Aa memang mampu mengemas dakwahnya untuk masuk ke hati sedemikian rupa sehingga orang suka pada Islam. Termasuk mampu mengemas dialog bagi kaum wanita. Namun, jika ada seorang wanita yang kekagumannya pada Aa sedemikian rupa membuat wanita tsb ingin sering-sering dekat Aa, ingin selalu dengar Aa, ingin tahu segala detil perilaku Aa dalam kehidupan sehari-harinya, pendek kata jika sampai wanita tsb pagi siang sore sampai malam terus ingat Aa, ini tanda-tanda bahaya. (1) Wanita tersebut berarti mulai menjadikan Aa figur yang lebih di ingat dari pada Allah, (2) Wanita tersebut sebenarnya mulai jatuh cinta secara khusus pada Aa, yang berarti akan bisa mengganggu rumahtangga Aa.
4. Demikian juga jika seorang wanita bersahabat dengan pria yang bukan mahramnya. Tak peduli apakah bersahabat “karena Allah” atau karena apa entah alasannya. Namun jika benar kedua orang ini bertemu dan berpisah karena Allah, maka tentunya keduanya juga faham akan batas-batas yang kami sebutkan tadi. Setan amat pandai mengemas tipuannya, termasuk membisikkan bahwa sebuah persahabatan adalah atas nama Allah, namun pada hakekanya setan ingin kedua orang tsb melanggar aturan-aturan Allah. Kita beragama tidak melulu dengan menggunakan perasaan belaka. Syari’at Islam dibuat untuk menjadi ikutan bagi seluruh ummat Islam, bukan hanya untuk orang tertentu saja.
Wallahua’lam bishshowwaab Wa'alaikumsalam Wr. Wb. Ust. M. Ihsan Tanjung dan Siti Aisyah Nurmi
http://www.eramoslem.com/
*************************
Created at 4:47 PM
*************************
|
|
welcome
hello
MENU
HOME
Cinta Ku
Cinta - Al- Qur'an & Hadist
Cinta - Artikel
Cinta - Berita
Cinta - Busana & Perkawinan
Cinta - Cerita
Cinta - Doa
Cinta - Kecantikan
Cinta - Kesehatan
Cinta - Liputan Khusus
Cinta - Masakan & Minuman
Cinta - Musik
Cinta - Muslimah
Cinta - Puisi
Cinta - Rukun Iman & Islam
Links
Archieve
May 2004[x] June 2004[x] December 2004[x] January 2005[x] April 2005[x] July 2005[x] August 2005[x] September 2005[x]
|
|