<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/6973555?origin\x3dhttp://cinta-ku.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

Chatting Dengan Niat Da' wah | Wednesday, December 22, 2004


Pendekatan dalam memahami nash / dalil

Di dalam memahami setiap hukum, secara umum ada dua metode yang sering digunakan para ulama. Yaitu metode yang hanya berdasarkan kepada bunyi nash / dalil zhahir semata. Dan metode kedua, ada ijtihad atas makna, tujuan dan hakikat dari setiap nash / dalil yang digunakan.

a. Pendekatan zhahir nash

ehingga ada sebagian ulama yang tidak mengharamkan jenis binatang tertentu hanya lantaran mereka tidak mendapatkan adanya nash yang secara sharih mengharamkannya. Seperti hukum makan kodok. Sedangkan ulama lain mencoba menangkap makna, hakikat dan tujuan dari setiap nash yang ada dan menyimpulkan bahwa kodok termasuk binantang yang haram dimakan, lantaran ada perintah nabi untuk membunuhnya. Memang tidak ada nash yang secara langsung mengharamkan untuk memakannya, tapi pengertian yang bisa diambil dari sekian nash lainnya tentang kodok adalah mengantarkan kepada kesimpulan bahwa kodok itu haram dimakan.

Kalau kita terapkan dengan apa yang Anda persoalkan, kira-kira kita bisa ambil persamaan dengan perbedaan ulama di atas. Anda cenderung ingin mengatakan bahwa khalwat yang diharamkan adalah khalwat yang berujud duduk berduaanya laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya secara pisik tanpa kehadiran orang lain

Sedangkan bila tidak berduaan secara pisik, Anda cenderung tidak menganggapnya sebagai khalwat. Dengan demikian, bila ada pemuda dan pemudi ngobrol berjam-jam, bercanda dan bermesraan lewat telepon, tidak termasuk khalwat, karena tidak terjadi duduk berduaan secara pisik. Meski ngobrolnya semalam suntuk sampai pagi. Begitu juga bila ngobrolnya dengan menggunakan media internet, meski mereka asyik berduaan di alam maya, tidak termasuk khalwat.

Hal ini karena Anda cenderung mengatakan bahwa khalwat itu baru terjadi bila ada pertemuan pisik. Sedangkan bila tidak terjadi pertemuan pisik, maka belumlah dikatakan khalwat.

b. Pendekatan makna, hakikat dan tujuan dari sebuah nash

Sedangkan bila menggunakan metode pendekatan kedua, yaitu dengan cara memahami makna, tujuan dan hakikat dari setiap nash, maka kesimpulan yang didapat adalah bahwa meski ngobol berdua hanya lewat telpon, tetapi ada hakikat dari khalwat yang telah terlaksana, yaitu kondisi dimana dua orang non mahram ini bisa ‘menyepi’, mojok dan berduaan. Mereka bebas membicarakan apa saja dari hal yang positf atau sampai ke masalah seksual dan pornografi.

Privasi mereka tidak akan diganggu oleh siapa pun. Begitu juga ketika chatting, karena hanya berdua dan tidak ada orang lain, maka rasa risi, malu, sungkan dan lain-lainnya bisa hilang. Akhirnya mereka bisa merasa berdua meski lewat alam maya. Hakikatnya tetap menyepi, meski tidak secara pisik.

Makna Khalwat secara bahasa

Dan bila kita merujuk kepada makna bahasa dari kata khalwat, asal katanya dari khala – yakhlu yang artinya sepi dari orang lain atau kondisi dimana tidak ada orang lain. Sehingga tidak tepat bila khalwat diartikan menjadi 'duduk berdua secara pisik'. Yang lebih tepat adalah bersepi-sepi dari kehadiran orang lain.

Sehingga ketika dua sejoli ngobrol berjam-jam di telepon atau di chatting dan hanya mereka saja tanpa kehadiran yang lainnya, maka hakikatnya mereka sedang menyepi dari manusia. Kita katakan mereka sedang ber'khalwat'. Meski secara pisik mereka tidak berada dalam satu ruangan.

Zina dan Khalwat

Dalam ketentuan fiqih, sepasang pria wanita yang bukan pasangan syah, bila mereka melakukan percumbuan yang mengarah kepada hubungan seksual, belumlah dikatakan berzina, selama belum terjadi penetrasi kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita. Itulah batas zina yang melahirkan kewajiban hukum hudud, baik cambuk ataupun rajam. Karea secara pengertian sempit, zina itu adalah masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang bukan pasangan syah secara sengaja tanpa syubhah. .

Itu artinya, bila dalam adegan mesum itu, tidak sampai terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, maka belumlah bisa dijatuhkan sanksi rajam atau cambuk. Karena delik zina belum terjadi. Ini adalah pengertian zina secara baku dan sempit dalam hukum fiqih.

Tapi dalam makna yang luas, maka zina tidaklah hanya sebatas itu, karena ada zina mata, zina telinga, zina tangan, dan juga zina hati. Meski kesemua bentuk zina itu tidaklah beresiko bagi pelakunya untuk dirajam atau dicambuk. Rasulullah SAW bersabda :

Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.(HR. Bukhari)

Jadi ada pengertian zina secara sempit dan ada pengertian secara luas. Demikian juga dalam masalah khalwat, meski asalnya adalah dalam konteks berduaan secara pisik, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya hakikat khalwat meski tidak duduk berduaan secara pisik. Sehingga kalau Anda mau, Anda bisa katakan bahwa sarana telepon dan chatting tetap bisa digunakan untuk berkhalwat dalam arti yang lebih luas. Lantaran hakikat dan intinya mirip dengan khalwat secara pisik, meski barangkali nilainya berbeda.

Karena itulah kami menggunakan istilah khalwat virtual, untuk membedakannya dengan pengertian khalwat dalam bentuk pisik.

Sedangkan dari segi dampak negatif, terkadang telepon dan chatting malah bisa lebih parah, karena luput dari perhatian orang. Sebagai contoh, orang yang pacaran berdua duduk di kebun, bisa jadi tertangkap hansip dan diarak keliling kampung, tetapi kalau pacaran via chatting, hukum mana yang akan melarangnya dan hansip mana yang bisa menangkapnya ? Sehingga dengan chatting, pasangan itu bisa berduaan berjam-jam.

Sebuah fenomena yang cukup kita sesalkan adalah kenyataan bahwa di beberapa negara timur tengah yang ketat mengawasi hubungan antara pemuda dan pemudi di tempat umum, cara pacaran mereka bisa jadi lebih berbahaya. Mereka sering menggunakan telepon untuk kencan awal dan bila sudah pada taraf tertentu, tidak tangung-tanggung lagi, mereka pun langsung chen in ke dalam kamar hotel. Padahal diskotik, bioskop, tempat nongkrong, kafe dan fasilitas gaul anak muda tidak pernah disediakan oleh negeri itu, namun dengan saling melempar nomor telepon, kencan mereka jauh lebih menyeramkan karena begitu saling pacaran melalui telepon, langkah berikutnya adalah langsung zina di kamar hotel.

Bila sampai kesitu, apakah kita tetap akan mengatakan bahwa pacaran melalui telepon atau chatting dibolehkan ?

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajmain, Wallahu Alam Bish-shawab,Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

*************************
Created at 1:27 PM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

May 2004[x] June 2004[x] December 2004[x] January 2005[x] April 2005[x] July 2005[x] August 2005[x] September 2005[x]