THE IDEAL MUSLIM HUSBAND (Suami Muslim Ideal) | Saturday, December 25, 2004
by B. Aisha Lemu
Saadawi Publications, Virginia, USA
Ringkasan :
Sudah banyak sekali kita jumpai buku-buku yang mengupas masalah
wanita, baik itu tentang hak-haknya maupun kewajibannya menurut Islam.
Mungkin karena banyaknya kesalahpahaman tentang peranan wanita, sehingga
masalah hak dan kewajiban wanita menurut Islam perlu untuk diberi perha-
tian khusus, baik dalam ceramah-ceramah maupun dalam tulisan-tulisan.
Tetapi karena wanita dan pria itu saling tergantung satu sama lain, dan
pelaksanaan hak dan kewajiban wanita itu tidak bisa dipisahkan daripada
pelaksanaan hak dan kewajiban pria, maka akan tidak bijaksana apabila
perhatian lebih terfokus kepada salah satu pihak tanpa mengikutsertakan
perhatian kepada pihak lainnya. Untuk itulah, maka buku ini dituliskan,
yaitu untuk memberikan keseimbangan dan mengalihkan perhatian yang sama
kepada hak dan kewajiban kaum pria, terutama para suami.
Bagaimanakah suami yang ideal menurut Islam itu ? Standard dari
sifat-sifat ideal para suami telah ada pada Al Qur'an dan Hadits atau
Sunnah Rasulullah SAW.
SEBELUM MENIKAH
---------------
Bagaimanakah sikap-sikap yang idealnya ditunjukkan oleh kaum pria
kepada kaum wanita sebelum pernikahan ? Islam menentang tradisi masyarakat
Barat yang membebaskan pergaulan pria wanita sebelum menikah seperti kumpul
kebo (samen leven) yang sekarang sudah banyak ditiru dalam masyarakat kita.
Islam sangat menjaga batas-batas pergaulan ini dan memberikan pedoman yang
tegas bagi pria dan wanita dalam bergaul untuk menghindari zinah. Hukuman
yang ditetapkan bagi para penzinah sebelum menikah adalah 100 kali cambukan.
(QS. An Nuur, 24:2).
Bagi mereka yang ingin menikah tapi belum mampu dalam bidang ekonomi
dianjurkan untuk berpuasa sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Surah
An Nuur ayat 33 :"Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya."
Dan lebih lanjut, Rasulullah SAW juga telah memberikan nasihat kepada mereka
yang berada dalam kondisi seperti itu. Dalam hadits riwayat Bukhari, Nabi SAW
bersabda :"Mereka yang mampu memberi nafkah seorang isteri, hendaknya menikah,
karena itu akan menjaga kehormatan mereka. Tetapi mereka yang belum mampu
hendaklah berpuasa karena puasa itu adalah untuk mencegah nafsu."
Selain dari itu, dalam proses pencarian calon isteri ini, peranan
keluarga dan teman-teman memegang kunci penting. Proses pencaritahuan calon
isteri, mengenai karakter atau sifat-sifatnya dan latar belakang kehidupan-
nya, yang dilakukan oleh anggota keluarga atau teman-teman dekat mereka,
sebelum melangkah ke jenjang selanjutnya ini, mempunyai beberapa keuntungan.
Keuntungan itu antara lain untuk mencegah godaan-godaan yang sering timbul
bila berhubungan langsung (berpacaran), mencegah rasa malu apabila ternyata
hubungan itu tidak bisa diteruskan, dan juga mencegah patah hati yang sering
membawa ke jalan yang merusak diri sendiri itu.
Ada empat faktor dari wanita yang menjadi daya tarik bagi pria, yaitu
kecantikan, keturunan, kekayaan, serta agama dan akhlaqnya. Maka menurut Nabi
SAW, hendaknya faktor agama dan akhlaq inilah yang menjadi pilihan utamanya.
(berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan Bukhari-Muslim)
Dengan kata lain, kunci sukses dari suatu pernikahan/perkawinan adalah dili-
hat dari kualitas moral dari masing-masing pasangan. Dan seorang pengantin
pria Muslim yang ideal itu akan memasuki jenjang perkawinan dengan akhlaq dan
agama sebagai dasar atau fondasinya yang paling kuat, bukan dorongan nafsu
karena kecantikan, atau kekayaaan atau kedudukan sosial semata.
Allah SWT berfirman : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir." (QS Ar Rum, 30:21)
SETELAH MENIKAH
---------------
Apakah kewajiban-kewajiban bagi seorang suami Muslim itu ? Berikut
ini adalah ringkasan kewajiban bagi suami Muslim sebagaimana yang telah
digariskan dalam Islam :
1. Suami sebagai Perawat dan Pelindung Keluarga
Tugas utama seorang suami adalah memberi nafkah, merawat dan melin-
dungi keluarganya. Suami harus memperhatikan kesejahteraan isteri dan memberi
nafkah yang cukup baginya. Nafkah itu meliputi makanan, pakaian dan tempat
tinggal bagi isteri dan anak-anaknya. Kewajiban ini juga masih berlaku selama
masa 'iddah atau bahkan lebih lama dari itu menurut pendapat beberapa 'ulama.
Kewajiban pemberian nafkah dengan demikian berada pada suami dan isteri tidak
punya tanggung jawab untuk memikul biaya keluarga kecuali dia mampu dan rela
untuk melaksanakannya.
Tugas suami tidak saja mencukupi kebutuhan nafkah lahiriah dari isteri
atau anak-anaknya, tapi juga harus bisa menjadi pendamping setia yang selalu
menjaga hubungan harmonis dalam keluarganya, dan menghindari hal-hal yang bisa
melukai jiwa dan raga mereka. Apabila suami gagal melaksanakan tugasnya ini
dalam jangka waktu tertentu, maka isteri diberi hak untuk mengajukan gugatan
cerai kepada pengadilan Syari'ah. Juga apabila sang isteri bisa membuktikan
bahwa suaminya telah menganiaya dirinya atau keluarganya, maka dia juga di-
berikan hak untuk minta cerai dari suaminya.
2. Suami dalam Kasus Perceraian
Walaupun begitu, suami diperintahkan untuk sebisa mungkin menghindari
perceraian dan mencoba mempertahankan perkawinannya walaupun itu tidak ideal
menurutnya. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan melatih kesabaran apabila
sang isteri melakukan suatu kesalahan. Allah SWT berfirman : "Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menja-
dikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An Nisaa, 4:19). Cerai adalah sesu-
tu pekerjaan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT, begitu yang bisa kita
peroleh dari sabda Nabi SAW dalam kumpulan hadits Abu Daud.
Oleh karena itu, seorang suami Muslim yang ideal, apabila diperlukan
hendaknya melaksanakan tahap-tahap yang telah diterangkan dalam Al Qur'an
untuk usaha pendamaian hubungannya dengan isteri sebelum memutuskan bercerai.
Hal ini bisa dilihat dalam Surah An Nisaa ayat 34. Apabila dia benar-benar
telah memutuskan cerai dari isterinya, setelah melewati tahap-tahap itu, dia
juga hendaknya mengikuti tahap-tahap yang dianjurkan dalam Al Qur'an dan
Sunnah sewaktu menjatuhkan talak kepada isterinya, yaitu jenis talak yang
memberikan kesempatan bagi mereka untuk rujuk kembali sebelum menjatuhkan
jenis talak ketiga. Talak juga hendaknya diumumkan ketika sang isteri telah
suci dari menstruasi dan belum bercampur dengan suaminya. (QS 65:1). Dengan
kata lain, talak itu tidak boleh diumumkan dalam keadaan marah atau tidak
stabil jiwanya, tetapi dalam keadaan yang khusus di mana suami dalam keadaan
benar-benar sadar dan terkontrol jiwanya dan sang isteri juga tidak dalam
keadaan labil yang biasa dialami oleh wanita yang mendapat menstruasi.
Suami juga tetap memperlakukan isterinya yang sudah dicerai itu
dengan baik, merawatnya dalam rumahnya sendiri sampai masa 'iddahnya habis.
(QS 65 : 1 dan 6) Dia juga tidak boleh mengambil kembali segala hadiah
yang dia berikan sebelum atau selama menikah. (QS 2 :229) Bahkan sebaliknya,
dia harus memberikan hadiah atau pemberian materi lainnya sebagai penghibur
selain nafkah kepada isteri yang diceraikannya itu. (QS 2:241) Lebih lanjut
dia juga tidak boleh menghalangi bila setelah bercerai dan habis masa 'iddah
ternyata mantan isterinya itu ingin menikah dengan orang lain. (QS 2:232)
Suami juga perlu tahu bahwa sesuai dengan Shari'ah Islam, dia bukanlah orang
yang pertama kali berhak atas anak-anaknya setelah bercerai. Isterinyalah
yang mempunyai hak sepenuhnya untuk memelihara anak-anaknya berdasarkan
sabda Nabi SAW dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Amru
bin Shu'aib r.a. Dalam Mahdzab Maliki disebutkan bahwa hak perawatan anak-
anak setelah perceraian itu berada di tangan ibunya dan kemudian 5 orang
anggota keluarganya, sebelum hak sang ayah. Perawatan itu berlangsung
sampai masa akil baligh untuk anak laki-laki atau sampai perkawinan bagi
anak perempuan, sedangkan tanggung jawab keuangan untuk perawatan mereka
adalah di tangan sang ayah.
3. Suami dan Kasus Polygamy
Perlu juga disadari oleh setiap suami bahwa mereka juga diperintah
untuk menjaga kesucian rumah tangga sebagaimana yang dituntut kepada isteri.
Dia harus tetap menjaga kehormatannya sebagaimana firman Allah SWT dalam
Surah An Nuur : 30. Hukuman bagi penzinah setelah menikah menurut Shari'ah
Islam adalah hukuman dirajam sampai mati. Walaupun pada kenyataannya masa
sekarang hukuman itu tidak dilakukan di suatu tempat di dunia ini, hal itu
tidak membuat dosanya berkurang di sisi Allah SWT. Perbuatan dosa yang tidak
dihukum sesuai Shari'ah Islam di dunia ini, akan mengikuti pelakunya sampai
ke kubur dan akhiratnya.
Bila karena beberapa alasan atau kondisi yang serius di mana suami
tidak bisa memecahkannya bersama isterinya tapi dia tidak ingin mencerai-
kannya, dia tidak dilarang untuk menikah lagi, dengan syarat hal itu di-
lakukan dengan resmi/legal dan dengan jalan yang baik. Tapi Islam mensya-
ratkan bahwa dia harus berbuat adil bagi isteri-isterinya. (QS 4:3)
Bila kemudian ternyata si suami merasakan hatinya lebih condong kepada salah
satu isterinya, dia tidak boleh hal itu sampai membuatnya melupakan kebutuhan
isterinya yang lain. (QS 4:129) Peringatan ini juga diperkuat dalam satu
hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :"Barangsiapa
yang mempunya dua isteri dan tidak memperlakukan mereka dengan adil, dia
akan datang di Hari Pembalasan dengan setengah badannya tergantung ke
bawah." (Riwayat Abu Da'ud, Nasa'i, dan Ibnu Majah)
4. Teladan untuk Para Suami dari Rasulullah SAW
Rasulullah SAW adalah teladan yang paling baik bagi setiap Muslim,
juga bagi para suami Muslim yang ingin menjadi suami yang ideal. Allah SWT
sendiri telah berfirman : "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS 33:21)
Bagaimanakah Rasulullah SAW bertindak sebagai seorang suami, khususnya dalam
hubungan beliau terhadap isteri-isterinya ? Rasulullah SAW sendiri telah
bersabda bahwa orang yang paling baik di antara orang-orang beriman adalah
mereka yang berlaku baik kepada isterinya. Dan Rasulullah SAW adalah orang
yang selalu berlaku baik kepada isteri-isterinya. Teladan dari Nabi SAW
sebagai seorang suami bisa diringkaskan sebagai berikut :
- beliau biasa mengerjakan pekerjaan rumah tangganya untuk melayani keluarga
beliau, dan ketika tiba waktu sholat, beliau pergi ke masjid untuk sholat,
- bahkan beliau biasa menjahit/memperbaiki bajunya yang robek,
- beliau tidak pernah mencela makanan, bila suka akan beliau makan, bila
tidak maka beliau sisihkan tanpa mencelanya,
- beliau selalu memperhatikan dan merawat isterinya yang sedang sakit,
- beliau tidak malu-malu untuk menunjukkan rasa cintanya kepada isterinya
lebih besar daripada cinta kepada orang lain, beliau suka bermain-main
dengan isterinya,
- walaupun beliau jarang tertawa, tapi tak ada seorang pun yang biasa
senyum sebanyak beliau sebagaimana sabda beliau bahwa senyum kepada
saudara sesama Muslim itu adalah sedekah,
- beliau sangat memperhatikan pendidikan terhadap wanita dan anak-anak
perempuan; beliau bersabda : "Siapa yang merawat dua saudara perempuan
atau dua anak perempuan, dan memberinya pendidikan yang baik serta
memperlakukan mereka dengan baik dan menikahkannya dengan baik, maka
baginya adalah surga." (Abu Da'ud dan Tirmidhi),
- beliau menghargai pendapat isteri-isterinya dan tidak jarang beliau juga
berkonsultasi dengan mereka dan menerima saran mereka yang baik. Sebagai-
mana yang telah dikisahkan ketika penandatanganan Perjanjian Hudaibiyah,
- beliau tidak mengurung isteri-isterinya di dalam rumah, tapi mereka boleh
keluar dengan mengenakan hijab untuk mengetahui keadaan di luar rumah
dan berpartisipasi di dalamnya apabila diperlukan, misalnya merawat yang
terluka sewaktu peperangan, dsb.
- beliau tidak pernah memukul isteri-isterinya sekali pun,
- beliau tidak melarang isterinya untuk mengajukan argumentasi/pendapat
atau mengajukan pertanyaan yang mendetail,
- beliau sangat mencintai anak-anak dan tidak segan-segan bermain dengan
anak-anak dan menjukkan rasa cinta beliau itu di depan umum.
Dari beberapa teladan sikap Rasulullah SAW sebagai seorang suami
tersebut, InsyaAllah bisa disimpulkan bahwa seorang suami Muslim yang
ideal itu tidak akan mengatur isterinya melebihi dari apa yang telah di-
atur Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak akan melarang isterinya melebihi apa
yang telah dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Semua teladan dari Nabi
SAW di atas menunjukkan bahwa seorang wanita yang menikah dengan seorang
suami Muslim ideal akan terlindungi, tapi tidak tertindas/teraniaya/ter-
tekan, sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga akan bisa ter-
wujud. Seorang lelaki atau suami yang menginginkan perkawinan yang berha-
sil akan bisa mewujudkan keinginannya itu dengan meneladani apa yang telah
dicontohkan Rasulullah SAW dalam kehidupan rumah tangga beliau, InsyaAllah.
Wallahu a'lam bishowab.
Wassalamu'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuhu,
ukhtukum fillah,
hanies.
*************************
Created at 8:50 AM
*************************
|
|
welcome
hello
MENU
HOME
Cinta Ku
Cinta - Al- Qur'an & Hadist
Cinta - Artikel
Cinta - Berita
Cinta - Busana & Perkawinan
Cinta - Cerita
Cinta - Doa
Cinta - Kecantikan
Cinta - Kesehatan
Cinta - Liputan Khusus
Cinta - Masakan & Minuman
Cinta - Musik
Cinta - Muslimah
Cinta - Puisi
Cinta - Rukun Iman & Islam
Links
Archieve
May 2004[x] June 2004[x] December 2004[x] January 2005[x] April 2005[x] July 2005[x] August 2005[x] September 2005[x]
|
|